Kamis, 22 September 2011

KESEHATAN

MENINGKATNYA PENDERITA “DIFTERI” 
Ruang Isolasi Difteri RSUD dr Soetomo Penuh

Kasus difteri di Surabaya semakin meningkat dibanding tahun sebelumnya. Tahun lalu tenaga medis Instalansi Rawat Inap (Irna) Anak RSUD dr Soetomo merawat 304 pasien anak yang menderita difteri. Untuk tahun ini, hingga bulan ini lebih dari 300 pasien anak menjalani rawat inap karena difteri.
Saat ini Irna merawat 6 pasien difteri. Karena ruangnya tidak mencukupi untuk lima orang, ada satu ruang untuk dua pasien. Enam pasien tersebut berasal dari Surabaya dan kota-kota lain di Jatim.
Kepala Divisi Infeksi dan Pediatri Tropik Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD dr Soetomo dr Dominicus Husada mengkhawatirkan lonjakan kasus difteri, dengan 304 pasien tahun lalu, Jatim menyumbang 75 persen kasus difteri di negara ini.
Kemungkinan melonjaknya kasus difteri disebabkan oleh cakupan imunisasi yang belum maksimal. Karena ada yang tidak ikut imunisasi, ada kemungkinan penularan penyakit ke anak-anak lain.

Orang tua perlu waspada dengan deteksi dini bila buah hatinya mengalami gejala yang mengarah ke difteri.

 ulasan tentang difteri

Difteri, secara garis besar adalah penyakit menular yang ditandai dengan sakit pada kerongkongan. Selain itu juga dapat membuat penderita mengalami sakit pada saat menelan, badannya akan terasa lemah. Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Kuman bakteri yang ditularkan melalui percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri ini, seringkali menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan faring/tenggorokan) dan laring. Selain menyerang tonsil, faring, atau laring, adakalanya kuman ini menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang-kadang konjungtiva atau vagina.

Gejala Difteri

Gejala penyakit ini mulai timbul dalam waktu 1-4 hari setelah terinfeksi. Tanda pertama dari difteri adalah sakit tenggorokan, demam dan gejala yang menyerupai pilek biasa. Bakteri akan berkembang biak dalam tubuh dan melepaskan toksin (racun) yang dapat menyebar ke seluruh tubuh dan membuat penderita menjadi sangat lemah dan sakit.Gejala-gejala lain yang muncul, antara lain:
·      Menelan sakit, batuk keras dan suara menjadi parau
·      Mual dan muntah-muntah
·      Demam, menggigil dan sakit kepala
·      Denyut jantung meningkat
·      Terbentuk selaput/membran yang tebal, berbintik, berwarna hijau kecoklatan atau keabu-abuan di kerongkongan sehingga sukar sekali untuk menelan dan terasa sakit.
·      Bila difteri bertambah parah, tenggorokan menjadi bengkak sehingga menyebabkan penderita menjadi sesak nafas, bahkan yang lebih membahayakan lagi, dapat pula menutup sama sekali jalan pernafasan.
·      Kelenjar akan membesar dan nyeri di sekitar leher.
·      Kadang-kadang telinga menjadi terasa sakit akibat peradangan
Penyakit difteri dapat pula menyebabkan radang pembungkus jantung sehingga penderita dapat meninggal secara mendadak.

Gejala-gejala ini disebabkan oleh racun yang dihasilkan oleh kuman difteri. Jika tidak diobati, racun yang dihasilkan oleh kuman ini dapat menyebabkan reaksi peradangan pada jaringan saluran napas bagian atas sehingga sel-sel jaringan dapat mati.

Sel-sel jaringan yang mati bersama dengan sel-sel radang membentuk suatu membran atau lapisan yang dapat menggangu masuknya udara pernapasan. Membran atau lapisan ini berwarna abu-abu kecoklatan, dan biasanya dapat terlihat. Gejalanya anak menjadi sulit bernapas. Jika lapisan terus terbentuk dan menutup saluran napas yang lebih bawah akan menyebabkan anak tidak dapat bernapas. Akibatnya sangat fatal karena dapat menimbulkan kematian jika tidak ditangani dengan segera.

Racun yang sama juga dapat menimbulkan komplikasi pada jantung dan susunan saraf, biasanya terjadi setelah 2-4 minggu terinfeksi dengan kuman difteri. Kematian juga sering terjadi karena jantung menjadi rusak.

Serangan berbahaya pada periode inkubasi 1 sampai dengan 5 hari, jarang ditemui lebih lama. Dapat menyebabkan infeksi nasopharynx yang menyebabkan kesulitan bernapas dan kematian. Penyebab utamanya adalah radang pada membran saluran pernapasan bagian atas, biasanya pharynx tetapi kadang2 posterior nasal passages, larynx dan trakea, ditambah kerusakan menyeluruh ke seluruh organ termasuk myocardium, sistem saraf, ginjal yang disebabkan exotosin (Plotkins) organisme.

Ketika difteri menyerang tenggorokan dan tonsil, gejala awalnya adalah radang tenggorokan, kehilangan nafsu makan, dan demam. Dalam waktu 2-3 hari, lapisan putih atau aba-abu ditemukan di tenggorokan atau tonsil. Lapisan ini menempel pada langit-langit dari tenggorokan dan dapat berdarah. Jika terdapat pendarahan, lapisan berubah menjai aba-abu kehijauan atau hitam. Penderita difteri biasanya tidak demam panas tapi dapat sakit leher dan sesak napas.

Diagnosis

Diagnosis diambil berdasarkan gejala dan ditemukannya membran. Tak jarang pula dilakukan pemeriksaan terhadap lendir di tenggorokan dan dibuat biakan di laboratorium. Sedangkan untuk melihat kelainan jantung yang terjadi akibat penyakit ini dilakukan pemeriksaan dengan EKG.
Pencegahan dan Pengobatan

Setiap orang dapat terinfeksi oleh difteri, tetapi kerentanan terhadap infeksi tergantung dari pernah tidaknya ia terinfeksi oleh difteri dan juga pada kekebalannya. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kebal akan mendapat kekebalan pasif, tetapi tidak akan lebih dari 6 bulan dan pada umur 1 tahun kekebalannya habis sama sekali. Seseorang yang sembuh dari penyakit difteri tidak selalu mempunyai kekebalan abadi. Paling baik adalah kekebalan yang didapat secara aktif dengan imunisasi.

Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan tetanus dan pertusis (DPT) sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang penyuntikan satu – dua bulan. Pemberian imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus dalam waktu bersamaan. Efek samping yang mungkin akan timbul adalah demam, nyeri dan bengkak pada permukaan kulit, cara mengatasinya cukup diberikan obat penurun panas. Berdasarkan program dari Departemen Kesehatan RI imunisasi perlu diulang pada saat usia sekolah dasar yaitu bersamaan dengan tetanus yaitu DT sebanyak 1 kali. Sayangnya kekebalan hanya diiperoleh selama 10 tahun setelah imunisasi, sehingga orang dewasa sebaiknya menjalani vaksinasi booster (DT) setiap 10 tahun sekali.

Selain itu penyakit difteri dapat dicegah dengan cara selalu menjaga kebersihan baik diri maupun lingkungan. Karena penyakit menular seperti difteri ini paling mudah menular dalam lingkungan yang buruk dengan tingkat sanitasi rendah. Tidak hanya itu, penting pula menjaga pola makan yang sehat.

Sedangkan pengobatan difteri difokuskan untuk menetralkan toksin (racun) difteri dan untuk membunuh kuman Corynebacterium diphtheriae penyebab difteri. Dengan pengobatan yang cepat dan tepat maka komplikasi yang berat dapat dihindari, namun keadaan bisa makin buruk bila pasien dengan usia yang lebih muda, perjalanan penyakit yang lama, gizi kurang dan pemberian anti toksin yang terlambat.

Diolah dari berbagai sumber.